laporan fisiologi tekanan darah arteri

02.07 Edit This 0 Comments »

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi dan anak-anak secara normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah daripada dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda; paling tinggi di waktu pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering melihat seseorang yang memeriksa tekanan darah dengan menggunakan alat yang sering disebut tensimeter. Dari pengukuran tekanan darah ini kemudian didapatkan hasil, misalnya 120/80 mmHg yaitu tekanan darah sitole per diastole. Naik turunnya gelembung tekanan darah seirama dengan pemompaan jantung untuk mengalirkan darah di pembuluh arteri. Tekanan darah memuncak pada saat jantung memompa, ini dinamakan “systole:, dan menurun sampai pada tekanan terendah yaitu saat jantung tidak memompa (relaxes) ini disebut “Diastole” Kemudian timbul pertanyaan dalam benak kita bagaimana cara menentukan angka-angka tersebut, atau adakah hal yang memepengaruhi sehingga tekanan darah setiap orang berbeda-beda dan bagaimana pengaruhnya terhadap keadaan fisiologis seseorang.
Masalah-masalah tersebut akan dipraktikkan dan dipelajari dalam praktikum ini.

1.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalh :
1. Mempelajari cara-cara pengukuran tekanan darah arteri.
2. Mempelajari beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah secara fisiologis.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Tekanan darah adalah hal vital dalam hidup. Tekanan darah memungkinkan untuk darah bersirkuasi ke seluruh tubuh kita. Dengan setiap gerakan jantung, darah di pompa keluar dari jantung ke pembuluh-pembuluh darah. Darah merupakan pembawa oksigen dan makanan ke organ-organ vital seperti otak, jantung dan ginjal sehingga mereka bisa bekerja. Tekanan darah adalah kekuatan darah terhadap didnding pembuluh darah (www.upmc.com, 2004).

Tekanan darah arteri adalah kekuatan darah ke didinding pembuluh darah yang menampung , mengakibatkan tekanan ini berubah-ubah pada setiap siklus jantung. Pada saat ventrikel kiri memaksa darah masuk ke aorta ,tekanan naik sampai puncak yang disebut tekanan sistolik. Pada waktu diastole tekanan turun sampai mncapai titik terendah yag disebut tekanan diastole (Guyton,2007).
Tekanan darah dinilai dalam 2 nilai, sebuah tekanan tinggi sistolik yang menandakan kontraksi maksimal jantung dan tekanan rendah diastolik atau tekanan istirahat. Pemeriksaan tekanan darah biasanya dilakukan pada lengan kanan, kecuali pada lengan tersebut terdapat cedera. Perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik disebut tekanan denyut. Di Indonesia, tekanan darah biasanya diukur dengan tensimeter air raksa (http://id.wikipedia.org, 2008).
Tekanan darah arteri rata-rata adalah gaya utama yang mendorong darah ke jaringan. Tekanan ini harus diatur secara ketat karena dua alasan. Pertama, tekanan tersebut harus cukup tinggi untuk menghasilkan gaya dorong yang cukup, tanpa tekanan inin, otot dan jaringan lain tidak akan menerima aliran yang adekuat seberapapun penyesuaian lokal mengenai resistensi arteriol ke organ-organ tersebut dilakukan. Kedua, tekanan tidak boleh telalu tinggi sehingga menimbulkan beban kerja tambahan bagi jantung dan meningktkan resiko kerusakan pembuluh serta kemungkinan lupturnya pembuluh-pembuluh halus (Sherwood, 2005).
Pusat integritas yang menerima impuls aferen menegenai status tekanan arteri adalah pusat control kardiovaskuler, yang terletak pada medulla di batang otak. Sebagai jalur aferen adalah system saraf otonom. Jika karena suatu hal tekanan arteri meningkat di atas normal, baroreseptor sinus karotis dan lengkung aorta meningkatkan kecepatan pembentukan potensial aksi di neuron aferen. Setelah mendapatkan informasi bahwa tekanan arteri terlalu tinggi oleh peningkatan potensial tersebut, pusat control kardiovaskuler berespons dengan mengurangi aktivitas simpatis dan meningkatkan aktivitas parasimpatis ke system kardiovaskuler. Sinyal-sinyal eferen ini menurunkan kecepatan denyut jantung, menurunkan volume sekuncup, dan menimbulkan vasodilatasi arteriol dan vena, yang pada gilirannya menurunkan curah jantung dan resistensi perifer total, sehingga tekanan darah kembali ke tingkat normal (Sherwood, 2005).
Tekanan darah di aorta dan di brakial dan arteri besar lainnya pada orang dewasa tekanan sitolik berkisar 120 mmHg selama siklus jantung dan turun menjadi minimum (tekanan diastole) sekitar 70 mmHg. Takanan darah arteri biasanya ditulis dengan tekanan systole per tekanan diastole, 120/70 mmHg. Tekanan nadi, berbeda antara tekanan sistole dan diastole, normalnya sekitar 50 mmHg. Tekanan rata-rata adalah tekanan rata-rata seluruh siklus jantung. Karena systole lebih singkat daripada diastole, tekanan rata-rata merupakan nilai tengah antara tekanan systole dan diastole. Hal ini sebenarnya bisa hanya ditentukan oleh luas integritas dari kurva tekanan, bagaimanapun sabagai perkiraan, tekanan rata-rata sebanding dengan tekanan diastole ditambah satu-tiga dari tekanan nadi (Ganong, 2000).
Dua faktor utama yang mempengaruhi tekanan nadi, (1) curah volume sekuncup dari jantung dan (2) komplians dari sistem arteri. Volume sekuncup jantung adalah jumlah darah yang dipompa dari tiap-tiap ventrikel pada setiap denyut jantung, dalam keadaan normal volume sekuncup sekitar 70 ml, tetapi dalam keadaan yang sesuai dengan kehidupan ,volume sekuncup dapat turun sampai beberapa milimeter per denyut dan dapat meningkat sampai sekitar 140 ml per denyut pada jantung normal dan sampai lebih lebih dari 200 ml/ denyut pada orang dengan jantung yang sangat besar, seperti pada beberapa atlit. (Guyton,2007)
Pada umumnya semakin besar curah volume sekuncup semakin besar jumlah darah yang harus ditampung di sistem arteri pada setiap denyut jantung . dan karena itu semakin besar peningkatan dan penurunan tekanan selama diastol dan sistol ,jadi menyebabkan semakin besar tekanan nadi. Sebaliknya semakin kecil komplians sistem arteri maka makin besar tekanan yang akan terjadi pada volume sekuncup darah tertentu yang dipompa ke dalam arteri. Kadang-kadang tekanan nadi meningkat sebanyak dua kali normal pada orang lanjut usia karena arteri menjadi lebih kaku akibat arterioskolosis dan karena itu tidak fleksibel.Kemudian sebagai akibatnya tekanan nadi ditentukan kurang lebih oleh rasio curah volume sekuncup terhadap komlians arteri. Setiap kondisi sirkulasi yang mempengaruhi satu atau kedua faktor tersebut akan juga mempengaruhi tekanan nadi. .(Guyton, 2007)
Fisiologi dari system sirkulsi sangat kompleks. Dapat dikatakan, ada banyak factor yang dapat mempengaruhi tekanan arteri. Diantaranya bisa dipengaruhi oleh factor fisiologi, seperti diet, kegiatan fisik, saki, obat-obatan atau alcohol, obesitas, keelbihan berat dan dan seterusnya (http://en.wikipedia.org, 2008).
Faktor-faktor yang dapat mempertahan aliran darah adalah sebagai berikut, (1) Kekuatan jantung memompakan darah membuat tekanan yang dilakukan jantung sehingga darah bisa beredar ke seluruh bagian tubuh dan darah dapat kembali lagi ken jantung, (2) Visikositas atau kekentalan darah,disebabkan oleh protein plasma dan jumlah sel darah ang beredar dalam aliran darah, (3) elastisitas dinding aliran darah. Didalam arteri tekanan lebih besar darip[ada di dalam vena sebab otot yang membungkus arteri lebih elastis dari pada vena, (4) tahanan tepi. Tahanan yang dikeluarkan oleh darah mengalkir dalam pembuluh darah dalam sirkulasi darah besar yang berda dalam arterial. Turunnya tekanan mengakibatkan denyut jantung pada kapiler dan vena tidak teraba.(Guyton,2007)
Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi dan anak-anak secara normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah daripada dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda; paling tinggi di waktu pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari (http://id.wikipedia.org, 2008).
Hingga saat sekarang alat ukur yang masih terandalkan untuk mengukur tekanan darah secara tidak langsung ialah sfigmomanometer air raksa. Kadang-kadang dijumpai sfigmomanometer dengan pipa air raksa yang letaknya miring terhadap bidang horisontal (permukaan air) dengan maksud untuk memudahkan pembacaan hasil pengukuran oleh pemeriksa. Untuk sfigmomanometer semacam ini perlu dilakukan koreksi skala ukurannya karena seharusnya pipa air raksa tegak lurus terhadap permukaan air. Manset yang digunakan dapat berbeda lebarnya bergantung kepada lingkar lengan. Secara garis besar American Heart Association menganjurkan penggunaan lebar manset sebagai berikut: di bawah 1 tahun 2.5 cm ,1 -- 4 tahun 5 atau 6 cm, 4 -- 8 tahun 8 atau 9cm, dewasa 12.5 cm, dewasa obese 14 cm (http://do.qwertyy.cn/do.htm, 2008 ).
Menurut laporan WHO yang panting ialah lebar kantong udara dalam manset harus cukup lebar untuk menutupi 2/3 panjang lengan atas. Demikian pula panjang manset harus cukup panjang untuk menutupi 2/3 lingkar lengan atas. Ukuran manset yang tertentu tersebut bertujuan agar tekanan udara dalam manset yang ditera dengan tinggi kolom air raksa, benar-benar seimbang dengan tekanan sisi pembuluh darah yang akan diukur (http://do.qwertyy.cn/do.htm, 2008 ).
Metode Palpasi
Nilai minimum dari systole dapat dihitung secara kasar tanpa perlatan dengan cara palpasi., pada umumnya dipakai dalam keadaan darurat. Palpasi dari arteri radial indikasi tekanan darahnya yaitu 80 mmHg, arteri femuralis paling rendah 70 mmHg, dan nadi karotis minimal 60 mmHg (http://en.wikipedia.org, 2008).
Metode Auskultasi
Untuk melakukan pengukuran tekanan secara rutin pada penderita, tidaklah mungkin untuk menggunakan bermacam-macam pencatatan tekanan yang mengaharuskan jarum masuk kedalam arteri,walaupun cara tersebut kadang-kadang diperlukan pada penelitian khusus. Sebagai gantinya para klinisi menetukan tekanan sistolik dan diastolik deengan cara tidak lansung bisanya dengan menggunakan cara auskultasi. .(Guyton, 2007)
Memperlihatkan cara auskultasi untuk menentukan tekanan arteri sistolik dan diastolik.sebuah stetoskop diletakkan pada arteri antecubiti, dan disekeliling lengan atasdipasang sebuah manset tekanan darah yang digembungkan. Selama manset mnekan lengan dengan sedikit sekali tekanan sehingga arteri tetap terdistensi dengan darah, tidak ada bunyi yang terdengar melalui stetoskop ,walaupun sebenarnya darah alam arteri tetap berdenyut . bila tekanan dalam manset itu cukup besar untuk menutup arteri selama sebagian siklus tekanan arteri, pada setiapa denyutan akan terdengar bunyi. Bunyi-bunyi ini di sebut bunyi korotkoff. (Guyton, 2007)
Auskultasi adalah metode yang menggunakan stetoskop dan sphygmomanometer. Ini terdiri dari sebuah inflatable (riva rocci) spontan ditempatkan di sekitar lengan atas di sekitar yang sama vertikal tinggi sebagai jantung, terlampir ke air raksa atau aneroid manometer. The raksa manometer, dianggap sebagai standar baku untuk pengukuran tekanan arterial, mengukur ketinggian kolom dari air raksa, memberikan hasil yang mutlak tanpa perlu untuk kalibrasi, dan akibatnya tidak tunduk pada kesalahan dan penyimpangan dari kalibrasi yang mempengaruhi metode lain. Penggunaan air raksa manometers sering diperlukan dalam percobaan klinik dan untuk pengukuran klinis hipertensi pada pasien berisiko tinggi, seperti ibu hamil (http://en.wikipedia.org, 2008).
Dalam menentukan tekanan darah dengan cara auskultasi ,tekanan dalam manset mula-mula dinaikkan sampai tekanan diatas arteri sistolik. Selama tekanan ini lebih tinggi daripada tekanan sistolik ,arteri brakialis tetap kolaps dan tidak ada darah yang mengalir kedalam arteri yang lebih distal sepanjang bagian siklus tekanan yang manapun .oleh karena itulah, tidak akan terdenga bunyi korotkoff dibagian arteri yang lebih distal. Namun kemudian tekanan dalam manset secara bertahap dikurangi. Begitu tekanan dalam manset menurun dibawah tekanan sistolik akan ada darah yang mengalir melalui arteri yang terletak dibawah manset elama puncak tekanan sistolik dan kita mulai mendegar bunyi berdetak dalam arteri antecubiti yang sinkron dengan denyut jantung. Begitu bunyi terdengar , nilai tekanan yang ditunjukkan oleh manometer yang dihubungkan dengan manset kira-kira sama dengan tekanan sistolik.(Guyton, 2007).
Bila tekanan dalam manset diturunkan lebih lanjut ,terjadi perubahan kualitas bunyi berdetaknya menjadi berkurang namun lebih berirama dan bunyinya lebih kasar. Kemudian,akhirnya sewaktu tekanan dalam manset turun sampai sama dengan tekanan diastolik ,arteri tersebut tidak tersumbat lagi , yang berarti bahwa faktor dasar yang menimbulkan terjadinya bunyi dalah pancaran darah melewati arteri yang tertekan tidak ada lagi. Oleh karena itu bunyi tersebut mendadak berubah menjad meredam dan biasanya menghilang seluruhnya setelah tekanan dalam manset turun lagi sebanyak 10 sampai 10 milimeter. Kita catat tekanan pada manometer ketika bunyi korotkoff berubah menjadi meredam,dan tekanan ini kurang lebih sama dnga tekanan diastolik. .(Guyton, 2007)
Ketika tekanan darah tinggi, ini akan menyebabkan krusakan pembuluh, serangan jantung, stroke, dan masalah lainnya. Tekanan darah yang tinggi biasa disebut “silent killer”, karena biasanya tidak menimbulkan gejala sampai terjadi kerusakan (http://blstc.msn.com, 2007).


BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Alat
Alat-alat yang dibutuhkan dalam percobaan ini adalah :
1. Manometer air raksa atau aneroid.
2. Stetoskop.

III.2 Cara Kerja
Dalam mencatat tekanan darah secara fisiologis, orang coba harus berada dalam keadaan yang menyenangkan dan lepas dari pengaruh-pengaruh yang dapat mempengaruhi hasil pencatatan. Pencatatan tekanan darah ini adalah dengan metode tak langsung.
I. Cara palpasi (metode Riva Rocci)
Segala bentuk pakaian harus dilepaskan dari lengan atas dan manset dipasang dengan ketat dan sempurna pada lengan. Bila manset tidak terpasang dengan tepat maka dapat diperoleh pembacaan yang abnormal tinggi. Saluran karet dari manset kemudian dihubungkan dengan manometer. Sekarang rabahlah arteri radialis pada pergelangan tangan orang coba dan tekanan dalam manset dinaikkan dengan memo,pa sampai denyut nadi (denyut arteri radialis) menghilang. Tekanan dalam manset kemudian diturunkan dengan memutar tombol pada pompa perlahan-lahan yaitu dengan kecepatan kira-kira 3 mm/detik. Saat dimana denyut arteri radialis teraba kembali menunjukkan tekanan darah sistolis. Dengan metode ini kita tidak dapat menentukan tekanan darah diastolis. Metode palpasi harus dilakukan sebelum melakukan auskultasi untuk menentukan tinggi tekanan sistolis yang dihatapkan.
II. Cara auskultasi
Metode ini pertama-tama diperkenalkan oleh seorang dokter Rusia yaitu Korotkoff pada tahun 1905. Kedua tekanan sistolis dan diastolis dapat diukur dengan menggunakan metode ini, dengan cara mendengar (auskultasi) bunyi yang timbul pada arteri brachialis yang disebut bunyi Korotkoff. Bunyi ini terjadi akibat timbulnya aliran turbulen dalam arteri yang disebabkan oleh penekanan manset pada arteri tersebut. Dalam cara auskultasi ini harus diperhatikan bahwa terdapat suatu jarak paling sedikit 5 cm, antara manset dan tempat meletakkan stetoskop. Mula-mula rabahlah arteri brachialis untuk mengetahui tempat meletakkan stetoskop. Kemuadian pompalah manset sehingga tekanannya melebihi tekanan sistolis (yang diketahui dari palpasi). Turunkanlah tekanan manset perlahan-lahan sambil meletakkan stetoskop diatas arteri brachialis pada siku. Mula-mula tidak akan terdengar suatu bunyi kemuadian akan terdengar bunyi mengetuk yaitu ketika darah mulai melewati arteri yang tertekan oleh manset sehingga terjadilah turbulensi. Bunyi yang terdengar disebut bunyi Korotkoff dan dapat dibagi dalam empat fase yang berbeda :
Fase I : timbulnya dengan tiba-tiba suatu bunyi mengetuk yang jelas dan makin lama makin keras sewaktu tekanan menurun 10-14 mmHg berikutnya. Ini disebut pula nada letupan.
Fase II : bunyi berubah kualitasnya menjadi bising selama penurunan tekanan 15-20 mmHg berikutnya.
Fase III : bunyi sedikit berubah dalam kualitas, tetapi menjadi jelas dan keras selama penurunan tekan 5-7 mmHg berikutnya.
Fase IV : bunyi meredam (melemah) selama penurunan 5-6 mmHg berikutnya. Setelah itu bunyi menghilan.
Fase V : titik dimana bunyi menghilang.

Permulaan dari fase I yaitu dimana bunyi mula-mula terdengar merupakan tekanan sistolis. Permulaan fase IV atau fase V merupakan tekanan diastolis, dengan perbedaan sevagai berikut : Fase IV terjadi pada tekanan 7-10 mmHg lebih tinggi daripada tekanan diastolis intra arterial yang diukur secara langsung. Fase V terjadi pada tekanan yang sangat mendekati tekanan diastolis intra arterial pada keadaan istirahat. Pada keadaan latihan otot atau pada keadaan yang meningkatkan aliran darah, maka fase V jaug lebih rendah dari tekanan diastolis yang sebenarnya. Pada anak-anak, fase IV lebih tepat digunakan sebagai index tekanan diastolis.
Catatlah hasil pemeriksaan sebagai berikut : 12/82/78,yaitu :
120 = tekanan sistolis; 82 = fase IV; 78 = fase V. Bils fase IV dan fase V adalh sama, maka ditulis : 120/78/78. Ulangilah pencatatan beberapa kali untuk memperoleh hasil yang pasti.
III. Cara Osilasi
Yaitu dengan melihat osilasi air taksa pada manometer. Manset dipompa sampai tekanannya 10-20 mmHg melebihi tekanan sistolis yang ditentukan dengan metode Riva Rocci. Tekanan manset diturunkan perlahan-lahan sambil memperhatikan air raksa manometer. Saat timbulnya asilasi pada manometer menunjukkan tekanan sistolis. Tekanan manset terus diturunkan sampai osilasi menghilang yang menunjukkan tekanan diastolis.
Di dalam praktel, ketiga cara ini harus dikombinasikan untuk memperoleh hasil yang memuaskan dan dapat dipercaya.

URUTAN PENGUKURAN :
Mula-mula tentukan tekanan sistolis dengan cara palpasi. Kosongkan manset sebentar agar orang coba tidak merasa nyeri akibat tekanan mansetyang terlalu lama. Kemudian pompalah manset sampai tekanannya melebihi tekanan sistolis sebesar 10-20 mmHg. Letakkan stetoskop dengan hati-hati pada siku di atas arteri brachialis. Jangan terlalu keras menekan stetoskop oleh karen dapat menimbulkan turbulensi yang tidak diinginkan. Turunkan tekanan manset sembari mendengarkan bunyi yang timbul dan memperhatikan osilasi yang terjadi pada manometer. Dengan cara-cara ini pasti akan diperoleh hail yang memuaskan. Setiap kali selesai melakukan pengukuran, kosongkan manset agar orang coba tidak terganggu. Hindari kontraksi otot-otot lengan orang coba oleh karena dapat mempengaruhi hasil pencatatan.

PROTOKOL
1.) Tekanan darah istirahat.
Ukurlah tekanan darh orang coba, setelah berbaring selama 5 menit, etelah duduk 5 menit, dan setelah berdiri 5 menit. Orang coba harus berada dalam keadaan santai! Bandingkanlah hasil ketiga pencatatan ini. Dalam mencatat tekanan darah, gunakan kombinasi ketiga cara tadi.
2.) Pengaruh perubahan sikap.
Orang coba berbaring selama 5 menit. Ukurlah tekanan darah, kemudian orang coba diminta segera berdiri dan ukurlah segera tekanan darah dengan lengan lurus ke bawah. Tekanan darah diukur 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 menit sesudah berdiri.
3.) Pengaruh kerja otot.
Orang coba diminta untuk melakukan kegiatan misalnya berlari ditempat selama kurang lebih 3-5 menit kemuadian catatlah tekanan darah kontrol (sebelum kegiatan).
4.) Pengaruh berpikir.
Catatlah tekanan darah kontrol. Kemudian orang coba diminta untuk berpikir dengan kuat yaitu memecahkan soal matematika yang susah. Cststlsh trksnsn dsrshnys secepst mungkin, kslsu perlu delsgi orsng cobs berpikir. Bandingkanlah dengan tekanan darah kontrol.
5.) Percobaan Valsava (Valsava’s Maneufer).
Buatlah pencatatan kontrol. Orang coba diminta untuk melakukan ekspirasi kuat dengan glottis tertutup(mengedam). Catatlah tekanan darah pada saat ini dan bandingkan dengan tekanan darah kontrol.
6.) Percobaan Muller.
Oramg coba diminta untuk inspirasi kuat dengan glottis tertutup. Ukurlah tekanan darah dan bandingkan dengan tekanan darah kontrol.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
Adapun hasil yang didapatkan dalam percobaan ini adalah :
1. Cara palpasi
Dengan melakukan cara palpasi didapatkan tekanan sistolik yaitu:
- Maftuha : 100 mmHg
- Waode Nurmila : 110 mmHg
- Asrianti : 100 mmHg
- Musdhalifah : 110 mmHg
- Irma Iryanidar : 110 mmHg
- Andi Buana Sari : 110 mmHg
2. Cara auskultasi
Nama orang coba : Andi Buana Sari
Nama pemeriksa : Irmayani
TD : 110/80 mmHg
PROTOKOL
a. Takanan darah istirahat
Nama orang coba : Waode Nurmila
Nama pemeriksa : Irmayani
Baring : 110/80 mmHg
Duduk : 120/80 mmHg
Berdiri : 120/80 mmHg
b. Pengaruh perubahan sikap
Nama orang coba : Laode Andrias
Nama pemeriksa : Syahrul
TD Normal : 120/80 mmHg
Menit ke:
0 : 130/80 mmHg
1 : 110/80 mmHg
2 :110/70 mmHg
3 : 110/80 mmHg
4 : 110/80 mmHg
5 : 110/80 mmHg
c. Pengaruh kerja otot
Nama orang coba : Musdhalifah
Nama pemeriksa : Waode Nurmila
TD Normal : 110/70 mmHg
Setelah melakukan aktivitas : 110/70 mmHg
d. Pengaruh berpikir
Nama orang coba : Laode Andrias
Nama pemeriksa : Rahman
TD Normal : 110/80 mmHg
Setelah berpikir : 110/90 mmHg
e. Valsava
Nama orang coba : Maftuhah
Nama pemeriksa : Waode Nurmila
TD Normal : 100/80 mmHg
Valsava : 120/90 mmHg
f. Muller
Nama orang coba : Maftuhah
Nama pemeriksa : Waode Nurmila
TD Normal : 110/80 mmHg
Muler : 110/100 mmHg



IV.2 Pembahasan
1. Cara Palpasi
Cara palpasi hanya dapat menentukan tekanan diastole dimana pada percobaan ini tekanan diastole didapatkan berkisar antara 100 mmHg sampai 110 mmHg. Palpasi dilakukan sebelum melakukan auskultasi karena dari pengukuran palpasi kita akan mendapatkan nilai standar patokan untuk mengukur tekanan darah dengan cara auskultasi.
2. Cara Auskultasi
Cara auskultasi dilakukan untuk mendengar bunyi pada stetoskop dalm hal ini untuk menentukan tekanan darah orang coba dan didapatkan tekanan sistolle yang sama dengan cara palpasi yaitu 110/80 mmHg. Timbulnya bunyi pada pada pemeriksaan terutama disebabkan oleh semburan darah yang melewati pembuluh yang mengalami hambatan parsial. Semburan darah ini menimbulkan aliran turbulen di dalam pembuluh yang terletak di luar area manset, dan keadaan ini akan menimbulkan getaran yang terdengar melalui stetoskop yang dikenal dengan bunyi Korotkoff.
Protokol
1. Tekanan Darah Istirahat
Pada protocol ini didapatkan tekanan darah orang coba ketika baring 110/80 mmHg dan meningkat ketika duduk menjadi 120/90 mmHg. Peningkatan ini menunjukkan bahwa posisi tubuh berpengaruh terhadap tekanan darah meskipun pada saat perubahan posisi dari duduk ke berdiri tidak mengalami perubahan karena mungkin diopengaruhi oleh beberapa factor misalnya kesalahan pengukuran atau kurangnya keakuratan alat. Peningkatan tekanan darah ini terjadi karena adanya gaya grafitasi yang memepengaruhi tekanan pompa jantung lain halnya pada saat berbaring letak estermitas atas dan bawah sejajar dengan jantung sehingga kecepatan aliran darah standar. Tapi bila dalam keadaan berdiri bagian ekstermitas atas dan kepala lebih tinggi dari jantung sehingga agar supaya darah dapat sampai ke tempat yang dituju dengan pasokan yang sama dengan pada waktu berbaring, maka diperlukan tekanan pompa yang besar sehingga sehingga curah meningkat kemudian aliran balik vena meningkat dan sleanjutnya meningkatkan tekanan darah.
2. Pengaruh Perubahan Sikap
Perubahan sikap dapat mempengaruhi tekanan darah dimana tekanan darah meningkat yang semula duduk orang coba memiliki tekanan darah sebesar 120/80 mmHg meningkat ketika berdiri menjadi 130/80 mmHg. Hal ini karena adanya gaya grafitasi karena darah akan mengumpul pada pembuluh kapasitas vena ekstermitas inferior. Sehingga darah akan terlokalisir pada suatu tempat. Pengisian atrium kanan jantung akan berkurang sehingga pada posisi berdiri akan terjadi penurunan sementara. Setelah beberapa menit kemudian tekanan darah akan kembali normal karena sudah mulai beradaptasi dengan perubahan posisi tubuh. Hal ini karena adanya baroresptor yang menjaga tekanan arteri di kepala dan tubuh bagian atas tetap konstan. Karena tekanan arteri meningkat, baroreseptor sinus karotis dan lengkung aorta meningkatkan kecepatan pembentukan potensial aksi di neuron aferen. Setelah mendapatkan informasi bahwa tekanan arteri terlalu tinggi oleh peningkatan potensial tersebut, pusat kontrol kardiovaskuler berespons dengan mengurangi aktivitas simpatis dan meningkatkan aktivitas parasimpatis ke system kardiovaskuler. Sinyal-sinyal eferen ini menurunkan kecepatan denyut jantung, menurunkan volume sekuncup, dan menimbulkan vasodilatasi arteriol dan vena, yang pada gilirannya menurunkan curah jantung dan resistensi perifer total, sehingga tekanan darah kembali ke tingkat normal.
3. Pengaruh Kerja Otot
Pada percobaan ini didapatkan tekanan darah orang coba sebelum dan sesudah melakukan aktivitas adalah sama. Akan tetapi, secara fisiologis tekanan darah setelah melakukan aktivitas seharusnya meningkata. Hal inbi mungkin disebabkan karena ketidakakuratan alat atau orang coba sering berolahraga sehingga tekakan darahnya tidak segera mengalami perubahan dibandingkan orang-orang yang tidak sering berolahraga.
Ketika kita beraktivitas maka otot-otot akan saling berkontraksi. Dalam proses kontraksi, otot memerlukan suplai oksigen yang banyak uantuk memenuhi kebutuhan akan energi. Darah sebagai media yang bertujuan untuk menyuplai O2 harus segera memenuhinya. Oleh karena itu, curah jantung akan ditingkatkan ubntuk memenuhi kebutuhan darah terseburt dan selanjutnya akan meningkatkan aliran darah. Selain itu, perangsangan implus simpatis menyebabkan vasokonstriktor pembuluh darah pada tubuh kecuali pada otot yang aktif, terjadi vasodilatasi. Hal inilah yang menyebabkan tekanan darah akan meningkat setelah melakukan aktivitas fisik. Selain itu, sewaktu otot-otot itu berkontraksi, otot-otot tersebut menekan pembuluh darah di seluruh tubuh. Akibatnya terjadi pemindahan darah dari pembuluh perifer ke jantung dan paru. Dengan demikian akan meningkatkan curah jantung yang selanjutnya m,eningkatkan tekanan darah.
4. Pengaruh Berfikir
Berpikir berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah. Hal ini dapat dilihat dari hasil percobaan dimana ketika berpikir tekanan darah orang coba meningkat dari 110 80 mmHg menjadi 110/90 mmHg. Peningkatan kerja otak membutuhkan nutrisi dan O2 yang banyak sehingga darah akan dipompa lebih banyak ke otak. Sehingga kardiak output akan ditingkatkan yang selanjutnya akan meningkatkan aliran balik vena dan meningkatkan tahanan perifer yang kemudian menyebabkan tekanan darah meningkat. Selain itu letak otak berada diatas jantung sehingga dibutuhkan tekanan yang lebih kuat untuk mendorong darah ke otak.
5. Percobaan Valsava (Valsava’s Maneuver)
Dalam percobaan ini seharusnya tekanan darah orang coba akan menurun tetapi karena kesalahan perhitungan atau ketidakakuratan alat menyebabkan penyimopangan hasil. Seseorang melakukan ekspirasi kuat dengan glottis tertutup dimana tekanan intratorakal sehingga aliran balik vena menurun yang mengakibatkan curah jantung menurun dan selanjutnya menyebebkan penurunan tekanan darah.
6. Percobaan Muller
Dalam percobaan ini seharusnya tekanan darah orang coba akan menurun tetapi karena kesalahan perhitungan atau ketidakakuratan alat menyebabkan penyimopangan hasil. Seseorang melakukan inspirasi kuat dengan glottis tertutup maka CO2 banyak keluar. Sehingga menurunkan volume darah yang akan mengangkut Oksigen dan menurunkan curah jantung sehingga tekanan darah akan menurun.
Selain itu, hal yang dapat kita kaji dalam percobaan ini adalah penyakit Arterioskelerosis atau pengerasan arteri. Istilah Arterioskelerosis atau pengerasan arteri sebetulnya meliputi setiap keadaan pembuluh arteri yang mengakibatkan penebalan atau pengerasan dindingnya. Arterioskelerosis merupakan penyakit yang melibatkan aorta ,cabang-cabangnya yang besar dan arteri yang berukuran sedang seperti arteri yang menyuplai darah ke bagian-bagian ekstermitas ,otak, jantungdan organ dalam utama. Arterioskelerosis tidak menyerang arteriol dan juga tidak melibatkan sirkulasi vena. Penyakit ini multifokal dan lesi unit,atau ateorema, terdiri dari massa bahan lemak dengan jaringan ikat fibrosa. Sering disertai endapan skunder garam kalsium dan poduk-produk darah.
Tekanan darah merupakan faktor penting bagi, insiden dan beratnya arteriosklerosis. Pada umumnya penderita hipertensi akan megalami arteriosklerosis lebih awal dan lebih berat dan beratnya penyakit berhubungan dengan tekanan darah, walaupun dalam batas normal. Arteriosklerosis tidak terlihat pada arteria pulmonalis kecuali jika tekanannya meningkat secara abnormal, kedaan ini dinamakan hipertensi pulmonal. Faktor risiko lain dalam perkembangan arteriosklerosis adalah merokok. Merokok merupakan faktor lingkungan utama yang menyebabkan arteriosklerosis menjadi semakin buruk.



BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Cara-cara pengukuran tekanan darah arteri adalah dengan cara palpasi, auskultasi dan osilasi.
2. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah secra fisiologis adalah karena istirahat, perubahan sikap, kerja otot dan pengaruh berfikir, inspirasi dan ekspirasi yang kuat.
3. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara diantaranya yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya, arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, dan bertambahnya cairan dalam sirkulasi.
5.2 Saran
Sebaiknya bagian praktikum melengkapi alat-alat laboratorium yang akan digunakan.



DAFTAR PUSAKA

F. ganong, William. 2001. Review of Medical Pghysiology. Lange Medical Books: New York.

Guyton and Hall. 2007. Fisiologi kedokteran. EGC : Jakarta.

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Mnusia dari Sel ke Ssitem. EGC : jakarta.

Healthwise. 2007. High Blood Pressure (Hypertension)
http://blstc.msn.com, diakses pada tanggal 19 Nopember 2008.
University of Pittsburgh Medical Center . 2004. Blood Pressure. UPMC: USA.
www.upmc.com, diakses pada tanggal 19 Nopember 2008.
Singgih, Amin. 2008. Pembakuan Pengukuran Tekanan Darah.
http://do.qwertyy.cn/do.htm, diakses pada tanggal 19 Nopember 2008.
Wikipedia, the free encyclopedia. 2008. Blood Pressure .
http://en.wikipedia.org, diakses pada tanggal 19 Nopember 2008.

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2008. Pemeriksaan Fisik
http://id.wikipedia.org, diakses pada tanggal 19 Nopember 2008.

Diposting dari Blog OdheMila



0 komentar:

Posting Komentar

Apa yang bisa saya bantu, silahkan meninggalkan komentar