laporan fisiologi RKP

02.05 Edit This 0 Comments »

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pernahkah kita melihat sesorang yang kecelakaan di pinggir jalan? Apa yang akan anda lakukan jika anda menemukan seseorang yang mengalami kecelakaan atau seseorang yang terbaring di suatu tempat tanpa bernapas spontan? apakah anda dapat menentukan orang tersebut sudah mati ? Seseorang yang mengalami henti napas ataupun henti jantung belum tentu ia mengalami kematian, mereka masih dapat ditolong. Dengan melakukan tindakan pertolongan pertama, seseorang yang henti napas dan henti jantung dapat dipulihkan kembali.
Kejadian kegawatdaruratan sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Kecelakaan adalah hal yang tidak diinginkan oleh hampir semua orang dan dapat terjadi sewaktu-waktu dan tiba-tiba tanpa kita rencanakan. Sebagai seseorang yang akan bergelut di dunia kesehatan dan memiliki naluri kemanusiaan, kita seharusnya terpanggil untuk menolong orang yang mengalami kecelakaan yang ada di sekitar dan di dekat kita. Salah satu hal yang dapat kita lakukan untuk menolong orang coba celaka (untuk beberapa kasus) adalah dengan cara RKP atau Resusitasi Kardio Pulmonal atau lebih dikenal dengan resistensi jantung paru (RKP).
Oleh karena itu maka dilakukanlah percobaan ini agar kita dapat mengetahui proses dan prosedur RKP sehingga kita dapat menolong orang yang tiba-tiba mengalami gangguan sirkulasi atau dalam keadaan darurat.

1.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah mempelajari cara-cara mengatasi gangguan transport oksigen, baik yang disebabkan oleh berhentinya pernapasan maupun gangguan fungsi sirkulasi.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Berhentinya secara tiba-tiba penampilan kardiopulmoner yang efektif dan tidak diduga sebelumnya merupakan suatu kegawatan yang memerlukan pengenalan dan tindakan sangat segera (Rilantono, 2008).

Tidak semua penderita yang mengalami cardic arrest diresusitasi, melainkan hanya yang mungkin untuk hidup lama tanpa meninggalkan kelainan kelainan di otak. Jadi resusitasiialah usaha mengembalikan fungsi pernafasan dan/atau sirkulasidan penanganan akibat henti nafas (respiratory arrest) dan/atau henti jantung (cardiac arrest) pada orang, di mana fungsi tersebut gagal total oleh suatu sebab yang memungkinkan untuk hidup normal selanjutnya bila kedua fungsi tersebut bekerja kembali. Jadi bukan pada akhir suatu stadium agonal, di mana karena memburuknya keadaan umum, pusat penting dan organ semakin buruk dan akhirnya gagal total; atau pada orang yang pusat di otaknya sudah mengalami kerusakan karena sebab-sebab pernafasan/sirkulasi sehingga tidak ada lagi kemungkinan untuk hidup (www.portalkalbe/files/cdk, 2008).
Keberhasilan resusitasi dimungkinkan oleh adanya waktu tertentu diantara mati klinis dan mati biologis. Mati klinis terjadi bila dua fungsi penting yaitu pernafasan dan sirkulasi mengalami kegagalan total. Jika keadaan ini tidak cepat ditolong, maka akan terjadi mati biologis yang irreversibel. Setelah tiga menit mati klinis (jadi tanpa oksigenisasi), resusitasi dapat menyembuhkan 75% kasus klinis tanpa gejala sisa. Setelah empat menit persen- tase menjadi 50% dan setelah lima menit 25%. Maka jelaslah waktu yang sedikit itu harus dapat dimanfaatkan sebaik mungkin. Di samping mati klinis dan biologis dikenal juga istilah mati sosial yaitu keadaan di mana pernafasan dan sirkulasi terjadi spontan atau secara buatan, namun telah mengalami aktifitas kortikal yang abnormal (perubahan EEG), penderita dalam keadaan sopor atau koma tanpa kemungkinan untuk sembuh; jadi dalam keadaan vegetatif (www.portalkalbe/files/cdk, 2008).
Agar suatu resusitasi berhasil maksimal tentu saja me merlukan operator yang cekatan dan trampil. Waktu satu menit sangat berguna dan lebih baik memberikan resusitasi pada orang yang "sedang meninggal" daripada yang "telah meninggal"(www.portalkalbe/files/cdk, 2008).
Resusitasi mengandung arti harfiah “menghidupkan kembali” tentunya dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis (Rilantono, 2008).
Cardiopulmonary resuscitation (CPR) adalah prosedure kesehatan emergensi untuk korban dari henti jantung atau, pada beberapa keadaan henti napas (http://en.wikipedia.org, 2008).
CPR harus dilakukan pada waktu yang cepat untuk mencapai respon medikal. Untuk masalah ini adalah masalah esensial dimana beberapa orang yang melakukan CPR juga harus menghasilkan tindak lanjut bantuan hidup (Advanced Life Support) dari memanggil bantuan via radio melalui polisi dan prosedur dan atau menghubungi nomor telepon emergensi (http://en.wikipedia.org, 2008)
Henti jantung merupakan hal yang paling sering menyebabkan ritme abnormal pada jantung stau yang sering disebut fibrilasi ventricular. Ketika fibrilasi ventrikularberkembang, jantung hanya bergetar dan berhenti memompa darah. Korban yang mengalami fibrilasi henti jantung memerlukan bantuan CPR dan penghantaran syok ke jantung, yang disebut defibrilisasi. Defibrilasi menghapus abnormal fibrilasi ventricular irama jantung dan mengembalikan irama jantung normal. Defibrilasi tidak efektif untuk semua bentuk henti jantung tapi ini efektif untuk penanganan fibrilasi ventrikuler, yang paling umum penyebab dari henti jantung (www.americanheart.org, 2008).
Henti jantung sering kali merupakan akibat dari terlalu sedikitnya oksigen dalam campuran gas anestesi atau dari pengaruh depresan anestesi itu sendiri. Irama jantung yang normal biasanya dapat dipulihkan dengan menghilangkan zat anestesi dan segera menerapkan prosedur resusitasi kardiopulmonal, dan pada saat yang sama member oksigen ventilasi dalam jumlah yang cukup ke paru-paru pasien (Guyton, 2000).
Masalah khusus pada sirkulasi adalah mencegah efek kerusakan pada otak sebagai akibat dari henti tersebut. Pada umunya, henti sirkulasi total selama lebih dari 5 hingga 8 menit dapat menyebabkan sedikitnya beberapa tingkat kerusakan otak yang permanen pada lebih dari separuh pasien. Henti sirkulasi selama 10 hingga 15 menit hampir selalu menghancurkan kekuatan mental dalam jumlah yang besar secara permanen (Guyton, 2000).
Selama bertahun-tahun, telah diajarkan bahwa efek kerusakan otak disebabkan oleh hipoksia serebral akut yang terjadi selama henti sirkulasi. Akan tetapi, percobaan telah menunjukkan bahwa jika kita dapat mencegah timbulnya bekuan darah dalam pembuluh darah otak, dengan begitu juga akan mencegah sebagian besar kerusakan dini pada otak selama terjadinya henti sirkulasi (Guyton,2000).
Penyebab Henti Napas dan Henti Jantung
Penyebab henti napas dan henti jantung ini sangat banyak. Setiap peristiwa atau penyakit apapun yang menyebabkan berkurangnya oksigen dalam tubuh dapat menimbulkan keadaan henti napas dan henti jantung. Penyakit dan keadaan yang dapat menyebabkan henti napas dan henti jantung antara lain:
a. Penyakit paru-paru, seperti radang paru, TBC, asma, dan bronchitis.
b. Penyakit jantung, seperti jantung koroner, jantung bawaan, dan penyakit jantung lainnya.
c. Kecelakaan lalu lintas yang mengenai rongga dada.
d. Penyakit-penyakit yang mngenai susunan saraf.
e. Sumbatan jalan napas oleh benda asing, misal: tersedak (www.javascriptkit.com, 2007).
Idealnya, CPR meliputi dua bagian : kompressi dada dikombinasikan dengan mulut ke mulut bantuan pernapasan (www.mayoclinic.com, 2008).
Bagaimanapun, kita sebagai orang yang berada di dekat korban sebenarnya harus melakukan pertolongan pada situasi yang sangat emergensi tergantung dari pengetahuan (www.mayoclinic.com, 2008)..
Garis dasar dari penanganan ini adalah seberapa jauh kita melakukannya dengan benar daripada melakukan sesuatu yang tidak ada dari semuanya jika pengetahuan dan kemampuan 100 persen komplit. Ingat, perbedaan antara melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu untuk kehidupan seseorang (www.mayoclinic.com, 2008) .
Prosedur pertolongan darurat, termasuk di dalamnya pengenalan henti jantung (cardiac arrest) dan henti napas (respiratory arrest) dan bagaimana melakukan RKP yang tepat untuk menyelamatkan nyawa sampai korban dapat dibawa atau tunjangan hidup lanjutan sudah tersedia. Di sini termasuk langkah-
langkah ABC dari RKP :
A(Airway) : Jalan nafas terbuka.
B(Breathing) : Pernapasan, pernapasan buatan RKP.
C(Circulation) : Sirkulasi, sirkulasi buatan.
Indikasi tunjangan hidup dasar terjadi karena :
1. Henti napas.
2. Henti jantung, yang dapat terjadi karena :
a. Kolaps kardiovaskular
b. .Fibrilasi ventrikel atau
c. Asistole ventrikel (www.portalkalbe/files/cdk, 2008).
Pernapasan buatan
Membuka jalan napas dan pemulihan pernapasan adalah dasar pemapasan buatan.
Cara mengetahui adanya sumbatan jalan napas dan apnea :
- Lihat gerakan dada dan perut
- dengar dan rasakan aliran udara melalui mulut atau hidung.
Pada sumbatan total dengan pernapasan spontan, tidak terasa/ terdengar aliran udara melalui mulut/hidung dan ada kesukaran bernapas dan berlebihan, hingga menggunakan otot pernapasan tambahan, adanya retraksi interkostal, supraklavikula dan ruang suprastemal. Pada sumbatan sebagian dengan pernapasan spontan/buat an, ada bunyi aliran udara, misalnya : snoring (karena sumbatan pada jaringan lunak hipofaring), crowing (karena laringospasme), gurgling (karena benda asing) atau wheezing (karena obstruksi bronkhial).
Kegagalan pernapasan (apne) ditandai dengan kurang atau hilangnya usaha bernapas, tidak adanya gerakan dada atau perut bagian atas, dan tidak adanya aliran udara melalui hidung atau mulut (www.portalkalbe/files/cdk, 2008).
Jalan napas (airway) :
Berhasilnya resusitasi tergantung dari cepatnya pembukaan jalan napas. Caranya ialah segera menekuk kepala korban ke belakang sejauh mungkin, posisi terlentang kadang-kadang sudah cukup menolong karena sumbatan anatomis akibat lidah jatuh ke belakang dapat dihilangkan. Kepala harus dipertahankan
dalam posisi ini. Bila tindakan ini tidak menolong, maka rahang bawah
ditarik ke depan. Caranya :
- Tarik mendibula ke depan dengan ibu jari sambil,
- mendorong kepala ke belakang dan kemudian,
- buka rahang bawah untuk memudahkan bernapas melalui mulut atau hidung.
Penarikan rahang bawah paling baik( dilakukan bila penolong berada pada bagian puncak kepala korban. Bila korban tidak mau bernapas spontan, penolong harus pindah ke samping korban untuk segera melakukan pernapasan buatan mulut ke
mulut atau mulut ke hidung (www.portalkalbe/files/cdk, 2008).
Pernapasan (breathing) :
Dalam melakukan pernapasan mulut ke mulut penolong menggunakan satu tangan di belakang leher korban sebagai ganjalan agar kepala tetap tertarik ke belakang, tangan yang lain menutup hidung korban (dengan ibujari dan telunjuk) sambil turut menekan dahi korban ke belakang. Penolong menghirup napas dalam kemudian meniupkan udara ke dalam mulut korban dengan kuat. Ekspirasi korban adalah secara pasif, sambil diperhatikan gerakan dada waktu mengecil. Siklus ini diulang satu kali tiap lima detik selama pemapasan masih belum adekuat.
Pernapasan yang adekuat dinilai tiap kali tiupan oleh penolong, yaitu diperhatikan
- gerakan dada waktu membesar dan mengecil
- merasakan tahanan waktu meniup dan isi paru korban waktu mengembang dengan suara dan rasakan udara yang keluar waktu ekspirasi.
Tiupan pertama ialah 4 kali tiupan cepat, penuh, tanpa menunggu paru korban mengecil sampai batas habis (www.portalkalbe/files/cdk, 2008).



BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Alat
Alat yang dibutuhkan dalam percobaan ini yaitu :

III.2 Cara Kerja
1. Jalan Napas
Untuk menjamin jalan napas sangat penting dilakukan tindakan Safar Triple Airway Manoeuvre, yaitu :
A. Adakan ekstensi kepala
B. Sokonglah rahang
C. Buka kedua bibir
Bila korban telah bernapas dengan baik, maka korban dimiringkan ke possisi lateral yang akan memepertahankan airway.
2. Pernapasan
Bila setelah tindakan pertama tadi (Safar) tidak tampak adanya pernapasan, maka harus dilakukan pernapasan buatan :
a. Mulut ke mulut (Mouth ti Mouth=Expired Air resuscitation)
Setelah melakukan tindakan pertama tadi, maka penolong menarik napas dan meniupkan udara ekspirasi kedalam mulut korban sambil memperhatikan naiknya dada korban. Kemudian penolong melepaskan bibirnya dari bibir korban dan memperhatikan dada korban untuk memastikan turunnya dada korban dan merasakan hembusan napas respirasi korban. Penolong harus memastikan naik turunnya dada pada setiap pernapasan. Sikus pernapasan harus diulangi sebanyak 12 kali per menit, yaitu kali setiap 5 detik.
b. Metode NIELSEN
Korban ditelungkupkan dengan kepala dipalingkan ke samping beralaskan kedua punggung tangannya. Penolong berlutut di depan kepala korban dan kedua tangan ditempatkan pada kedua lengan atas korban tepat di atas sikunya. Penolong menarik dan mengangkat kedua lengan korban ke arah dirinya dengan mengayun badan ke belakang sampai terasa suatu perlawanan yang kuat. Kemudian kembalikan lengan pada sikap semula dan kedua tamntgan penolong dipindahkan ke sisi punggung dengan jari-jjari direnggangkan serta ibu jari di atas tulang belikat. Dengan kedua lengan diluruskan penolong mengayunkan badannya ke depan sehingga terjadi tekanan vertikal ke bawah pada dada korban. Kemudian penolong melepaskan tekanan dan kembali ke posisi semula. Tindakan-tindakan ini diulang setiap 5 detik.
c. Metode SILVESTER
Korban dibaringkan dengan terlentang dan tempatkan bantalan pakaian di bawah pertengahan punggung. Penolong berlutut di dekat kepala korban dan menghadap ke arah korban. Peganglah pergelangan tangan korban dan dengan mengayunkan tubuh ke belakang tariklah kedua tangan korban melewati kepala sampai kedua tangan terletak di atas tanah/lantai. Dengan demikian terjadi inspirasi oleh karena otot-otot dada menarik iga-iga bagian atas dada. Kemudian penolong menekankan kedua tangan korban di atas dadanya dalam vertikal ke bawah. Tindakan ini dilakukan setiap 5 detik.
3. Sirkulasi
Bila setelah tindakan 1 dan 2 (memperbaiki jalan napas dan pernapasan), denyut nadi masih tidak teraba yang berarti terjadi kegagalan sirkulasi maka haruslah dilakukan Kompresi Jantung Luar (External Cardiac Compression=ECC). Tanda-tanda cardiac Arrest adalah kehilangan kesadaran, apnea dan denyut nadi tidak teraba. ECC berupa menggerakkan bagian bawah sternum ke bawah dengan tangan. Pada orang dewasa penekanan sternum diakukan sebesar 3-5 cm sebanyak 60 kali permenit. Ini tidak dilakukan pada percobaan ini karena hal ini tidak boleh dilakukan pada orang yang sehat.
Sangat pnting menentukan lebih dahulu setengah bagian bawah dari sternum yaitu mejalankan jari-jari pada bagian iga sampai bertemu di anterior dan tandailah dengan jari. Tandailah lekuk suprasternal dengan jari lain sehingga dapat diperkirakan titik tengah sternum. Pangkal telapak tangan diletakkan pada bagian bawah sternum dan tangan yang lainnya diletakkan diatasnya. Dengan lengan tetap lurus, tangan diletakkan ke bawah kemudian dibiarkan naik kembali sekali setiap detik.
Pada anak-anak sternum ditekan dengan satu tangan sejauh 2-4 cm, sedang pada bayi digunakan 2 jari untuk menekan sejauh 1 cm.
Pada Cadiac Arrest selain pernapasan berhenti nadi juga menghilang. Bila hanya satu penolong maka laukan dua pernapasan dan 15 kali kompressi setiap 15 detik, yaitu 2 banding 15 siklus dengan 4 siklus permenit. Bila tersedia dua penolong maka lakukan teknik 1 banding 5 yaitu 1 kali pernapasan dengan 5 kompressi dalam 5 detik yang dilakukan secara kombinasi. Pernapasan dilakukan diantara dua kompressi. Teknik kombinasi ini yang dikenal dengan istilah RKP. Setelah 1 menit tindakan ini dihentukan dan rabalah denyut nadi, bila belum teraba ulangi RKP dan periksalah denyuit nadi setiap 5 menit.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil
1. Airway (jalan napas)
Airway dilakukan untuk membuka jalan napas agar udara dapat masuk ke paru-pariu dengan tindakan Safar Triple Airway Manoeuvre, yaitu :ekstensi kepala, menyokongl rahang, dan membuka kedua bibir dengan dua jari yaitu jari ibu dan telunjuk.
2. Breathing (pernapasan)
Breathing dilakukan jika pada airway korban tetap tidak menunjukkan adanya pernapasan. Breathing dapat dilakukan dengan mouth to mouth, metode Nielsen, atau Silvester.
3. Circulation (Sirkulasi)
Bila airway dan breathing telah dilakukan, tetapi denyut nadi tidak teraba berarti korban mengalami kegagalan sirkulasi. Saat inilah dilakukan RKP.
IV.2 Pembahasan
Pertolongan pertama pada korban kecelakaan dilakukan dengan RKP (resusitasi Kardio Pulmonal) atau (RJP) Resusitasi jantung Paru. RKP diberikan jika korban memiliki tanda-tanda henti jantung dan henti nafas, henti nafas tanpa henti jantung atau henti jantung tanpa ditandai dengan henti nafas.
Sebelum melakukan pertolongan atau penanganan, hal yang paling pertama dilakukan adalah memastikan keselamatan diri dan keselamatan korban dengan membawa korban ke tempat yang aman. Setelah itu, memanggil orang yang berada disekitar untuk meminta bantuan dan sebagai saksi. Selanjutnya lakukan tindakan penanganan dengan:
Memastikan Ketidaksadaran
Pemeriksaan penderita sangatlah penting. Resusitasi tidak dapat dilakukan tanpa menentukan apakah korban membutuhkannya. Pada saat menemui penderita yang tidak sadar , tindakan pertama adalah memastikan ketidaksadaran. Tepuk atau goyangkan penderita dengan pelan dan berteriaklah, “Apa kau baik-baik saja?” Penderitayang mampu merespon tidak memerlukan resusitasi.
Segera setelah anda menentukan ketidaksadaran dan memanggil bantuan, pastikan bahwa penderita terbaring terlentang (pada punggungnya) sebelum mencoba untuk membuka jalan napas dan memeriksa pernapasan dan sirkulasi.
Membuka Jalan Napas
Sebagian besar masalah jalan napas disebabkan oleh lidah. Ketika kepala tertekuk ke depan, terutama ketika penderita berbaring terlentang, lidah dapat menutupi jalan napas. Ketika penderita tidak sadar, resiko masalah jalan napas semakin buruk karena ketidaksadaran menyebabkan lidah kehilangan tonus ototnya dan otot rahang bawah (dimana lidah melekat) mengalami relaksasi sehingga lidah jatuh menutup jalan napas. Dua prosedur dapat membantu memulihkan posisi lidah dan membuka jalan napas. Prosedur ini adalah maneuver head-tilt, chin-lift dan maneuver jaw-thrust.
Menentukan Hilangnya Pernapasan dan Pemberian Pernapasan bantuan awal.
Tentukan hilangnya pernapasan dengan metode melihat-mendengarkan-merasakan (look-listen-feel). Tempatkan telinga anda disamping hidung dan mulut penderita dengan wajah menghadap dada penderita. Lihat kenaikan dan penurunan dada. Dengarkan dan rasakan udara yang keluar dari mulut atau hidung. Lakukan pemeriksaan ini maksimal dalam waktu 10 detik. Penderita yang bernapas dengan baik tidak memerlukan resusitasi.
Jika penderita tidak bernapas, berikan pernapasan bantuan sebanyak 2 kali masing-masing pemberian selama 1 detik atau lebih dengan jeda untuk pengambilan napas. Berikan dua napas dengan volume yang cukup untuk membuat dada naik (sebanyak volume tidal 500-600 ml, 6-7 ml/Kg BB). Jika pernapasan pertama tidak sukses, reposisi kepala penderita sebelum mencoba napas kedua. Jika ventilasi kedua tidak sukses, pertimbangkan bahwa mungkin ada obstruksi benda asing pada jalan napas dan lakukan teknik pembersihan jalan napas.Pemberian napas dapat dilakukan dengan metode moth to mourh, metode Nielsen, atau metode Silvester. Volume yang diberikan harus terbatas pada napas yang dapat menyebabkan dada naik. Inilah alasan mengapa melihat kenaikan dada penderita setiap ventilasi yang diberikan dan merasakan tahanan napas sangat penting untuk dilakukan.
Pemeriksaan Denyut Nadi
Setelah memberikan 2 kali pernapasan bantuan langkah selanjutnya adalah menentukan hilangnya denyut nadi dengan merasakan arteri karotis pada orang dewasa atau pada anak-anak, atau dengan merasakan arteri brachial pada bayi Sementara menstabilkan kepala penderita dan mempertahankan pemiringan kepala, gunakan tangan anda yang terdekat dengan leher penderita untuk mencari “Adam’sapple”nya (tonjolan di depan leher). Taruh ujung jari telunjuk dan jari tengah anda bersamaan di atas pertengahan struktur ini. (Jangan gunakan ibu jari tangan karena ibu jari tangan ini memiliki denyut nadi sehingga dapat merasakan denyut nadi ibu jari tangan ini dan buka denyut nadi Adam’s apple). Geser ujung jari anda ke sisi leher penderita yang terdekat dengan anda. Jaga sisi telapak ujung jari tangan anda tetap pada leher penderita. (Jangan menggeser ujung jari tangan anda ke leher penderita pada sisi yang berlawanan karena dapat menyebabkan penekanan pada trakhea dan mengganggu jalan napas penderita). Cari suatu lekukan diantara Adam’s apple dan otot yang terletak di sepanjang samping leher penderita. Tekanan yang sangat kecil diberikan pada leher untuk merasakan denyut nadi karotis.
Jika penderita mempunyai denyut nadi namun tidak bernapas (respiratory arrest), lakukan bantuan pernapasan (ventilasi buatan) Ventilasi penderita dewasa sebanyak 10-12 kali per menit (atau tiap 5-6 detik), bayi atau anak-anak sebanyak 12-20 kali per menit (tiap 3-5 detik) dan periksa nadi setiap 2 menit. Jika penderita tidak memiliki denyut nadi (cardiorespiratoryarrest) , mulai RJP (ventilasi dan kompresi dada), yaitu dengan meletakkan tumit tangan di di atas permukaan dinding dada pada setengah bagian ujung sternum, telapak tangan tidak boleh diletakkan di prosesus xifodeus. Tekanan berasal dari tubuh, bukan dari kekuatan tangan, sehingga tangan harus lurus.
Tekanan dilakukan ke arah jantung yaitu dari setengah bagian ujung sternum ke arah bawah kira-kira 3-5 cm untuk orang dewasa. Frekuensi yang dilakukan adalah 60-70 kali per menit. Kompresi harus disertai dengan nafas buatan. Jika penolong dua orang, maka kompresi dan ventilasi dilakukan dengan frekuensi 15 : 2, yaitu 15 kompresi, 2 ventilasi. Pemijatan jantung luar ini harus juga diselingi dengan pemeriksaan pulsasi arteri karotis. RKP dihentikan pada pada kondisi: oksigenasi otak, penolong kelelahan, ada petugas gawat darurat yang datang (misalnya ambulance) atau jika korban mengalami kematian biologis.


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
- RKP atau resusitasi kardiopulmonal adalah tindakan yang dilakukan pada orang yang mengalami gangguan transport oksigenasi, baik yang diakibatkan karena pernapasan berhenti maupun gangguan sistem sirkulasi.
- RKP dilakukan pada pada kondisi darurat dilakukan dengan prosedur standar ABC, yaitu Airway, Breathing dan Circulation untuk mengembalikan fungsi oksigenasi.
- RKP diberikan pada kondisi tertentu seperti henti jantung dan henti nafas, henti nafas tanpa henti jantung atau henti jantung tanpa ditandai dengan henti nafas.
- Gangguan transport oksigen karena berhentinya pernapasan diatasi dengan melakukan Safar Triple Manoeuvre antara lain : mengekstensikan kepala, melakukan bukaan mulut dengan meyokong rahang bawah.
- Kompresi jantung dilakukan dengan menggunakan teknik pijatan jantung luar.

5.2 Saran
Sebaiknya alat-alat laboratorium yang digunakan dalam praktikum lebih dilengkapi agar praktikum dapat berjalan dengan lancar. Selain itu, dengan a;at-alat yang tersedia mahasiswa dapat mempraktekkan secara langsung agar lebih dimengerti.






DAFTAR PUSAKA

Guyton and Hall. 2005. Text Book Medical Physiology. Elseiver Saunders: New York.

Rilantono, Lily. 2004. Buku Ajar KARDILOLOGI. Gaya Baru : Jakarta.
Wikipedia, the free encyclopedia. 2008. Cardiopulmonary Resuscitation.
http://en.wikipedia.org/w/index.php, diakses pada tanggal 26 November 2008.
Wikipedia, the free encyclopedia. 2008. Basic Life Support.
http://en.wikipedia.org/w/index.php, diakses pada tanggal 26 November 2008.

www.mayoclinic.com. 2008. Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) : First aid,
diakses pada tanggal 26 November 2008.

www.dynamicdrive.com. 2007. Mengatasi Gangguan Pernapasan (Kasus Henti Napas dan Henti Jantung), diakses pada tanggal 26 November 2008.

Siahaan, Oloan SM. 2oob. Resusitasi Jantung, Paru, dan Otak.
www.portalkalbe/files/cdk, diakses pada tanggal 26 November 2008.

Amerivcan Heart Association. 2008. Cardiopulmonary Resusciation. www.americanheart.org, diakses pada tanggal 26 November 2008.

Diposting dari Blog OdheMila

0 komentar:

Posting Komentar

Apa yang bisa saya bantu, silahkan meninggalkan komentar